Jarak Antara Adzan-Iqâmah dan Kapan Makmum Berdiri?
JARAK WAKTU ANTARA ADZAN DAN IQAMAH
Pertanyaan.
Assalâmu ‘alaikum. Ustadz saya ingin tahu, adakah dalil-dalil tentang lama waktu jarak antara adzan dengan iqâmat? Karena di beberapa masjid ada yang singkat, namun ada juga yang jaraknya cukup lama. Mohon jawabannya! Terimakasih.
Jawaban.
Wa’alaikumussalâm wa rahmatullâhi wa barakâtuh
Adzan disyari’atkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah masuk dan mengundang umat Islam untuk melakukan shalat berjama’ah di masjid. Karena fungsinya seperti itu, maka perlu diberi waktu yang cukup antara adzân dengan iqâmat sehingga kaum Muslimin yang laki-laki bisa bersiap-siap datang ke masjid. Jika tidak, maka fungsi adzân menjadi sia-sia dan hilang pula kesempatan bagi orang banyak untuk shalat berjama’ah di masjid. Bagaimana mungkin seorang muadzin mengajak shalat berjama’ah dengan seruannya “Hayya ‘alash shalâh“, lalu dia tidak bersabar menanti dan tergesa-gesa melakukan iqâmat tanpa memperhatikan jama’ah yang sedang berwudhu’ atau sedang berdatangan?!
Ketika adzan dikumandangkan, tentu banyak orang yang belum berwudhu’. Kemungkinan di antara mereka ada yang sedang bekerja, makan, minum, tidur, buang hajat atau lainnya, sehingga perlu diberi waktu untuk bersiap-siap. Inilah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau:
اجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ نَفَسًا قَدْرَ مَا يَقْضِي الْمُعْتَصِرُ حَاجَتَهُ فِي مَهْلٍ , وَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ الْآكِلُ مِنْ طَعَامِهِ فِي مَهْلٍ
Jadikanlah antara adzanmu dengan iqâmahmu kelonggaran seukuran mu’tashir (orang buang hajat) menyelesaikan hajatnya dengan tenang, dan seukuran orang yang sedang makan selesai dari makannya dengan tenang!” [HR. At-Tirmidzi, no. 195, dan lain-lain. Hadits ini dihukumi sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilah ash–Shahîhah, no. 887. Lafazh hadits ini mengikuti yang tertulis di dalam Silsilah ash–Shahîhah]
Selain bersiap-siap, jama’ah juga membutuhkan waktu untuk berjalan dari rumahnya menuju masjid, lalu melakukan shalat tahiyatul masjid, atau shalat rawatib, atau lainnya, sehingga semua itu membutuhkan waktu yang cukup. Imam al-Bukhâri mengisyaratkan hal ini –Wallâhu a’lam– dengan membuat bab dalam kitab Shahihnya dengan judul “Bab: Berapa Lama Antara Adzân Dan Iqâmah, Dan Orang Yang Menanti Iqâmah“. Lalu Imam al-Bukhâri meriwayatkan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ الْمُزَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ثَلَاثًا لِمَنْ شَاءَ
Dari Abdullah bin Mughaffal al-Muzani, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Antara setiap dua adzan (yang dimaksudkan dua adzan adalah adzan dan iqomah) ada shalat” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan tiga kali bagi orang yang menghendaki”. [HR. Al-Bukhâri, no. 624]
Kalau kita perhatikan semua penjelasan di atas, maka jarak antara adzan dengan iqâmat itu minimal 15 atau 20 menit, sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bâz rahimahullah , “Tidak boleh menyegerakan iqâmah hingga imam memerintahkannya. Jarak (antara adzan dan iqâmat) itu sekitar seperempat jam (15 menit) atau sepertiga jam (20 menit) atau yang mendekatinya. Jika imam terlambat dalam waktu yang cukup lama, diperbolehkan yang lainnya untuk maju menjadi imam.” [Ensiklopedi Shalat, 1/227, karya Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, penerbit: Pustaka Imam Syafi’i]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
KAPAN SEORANG MAKMUM BERDIRI PADA SAAT MENDENGAR ADZAN
Pertanyaan
Kapan saya mulai berdiri pada saat iqamah ?, apakah mulai berdiri disaat mendengar “Allahu Akbar” pada iqamah atau setelah kalimat “La Ilahaillah” pada iqamah ?, apakah ada perintah iqamah untuk shalat sunnah, nafilah, witir atau yang lainnya yang kita kerjakan sendirian ?
Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama: Para ulama –rahimahullah- berbeda pendapat terkait dengan waktu berdirinya makmum untuk shalat dalam beberapa pendapat, imam Nawawi telah menyebutkannya di dalam Al Majmu’ (3/233) dan hal itu sebagaimana berikut:
- Makmum berdiri pada saat muadzin mulai mengumandangkan iqamah, ini pendapat ‘Atha’ dan Zuhri.
- Makmum berdiri pada saat mendengar “Hayya ‘Alas Shalah”, ini pendapat Abu Hanifah.
- Makmum berdiri setelah muadzin selesai dari iqamah, ini pendapat imam Syafi’i.
- Berdirinya makmum tidak ada batasan waktunya, dibolehkan baginya untuk berdiri sejak awal iqamah, tengah, atau diakhirnya, ini pendapat imam Malik.
- Makmum disunnahkan berdiri pada saat muadzin mengucapkan “Qad qamat as shalah”, jika makmum telah melihat imam datang, jika ia belum melihatnya, maka ia berdiri pada saat melihat imam sudah datang, ini pendapat Ahmad.
Tidak ada dalil yang jelas dari sunnah yang mendasari salah satu dari pendapat di atas, semuanya itu merupakan hasil ijtihad para imam sesuai dengan yang nampak bagi setiap mereka.
Atas dasar inilah maka, dalam masalah ini termasuk sesuatu yang longgar. Seorang makmum itu berdiri kapan saja baik di awal iqamah atau di tengahnya,…. Akan tetapi sunnah telah menunjukkan bahwa bahwa seorang muadzin jika telah mengumandangkan iqamah sementara imam belum masuk masjid, maka para makmum tidak berdiri sebelum melihatnya.
عن أبي قَتادَةَ الأنصاريِّ رَضِيَ اللهُ عَنْه، قال: قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ((إذا أُقيمَتِ الصَّلاةُ، فلا تقُوموا حتى تَرَونِي)) رواه البخاري (637) ومسلم (604) وفي رواية لمسلم : حَتَّى تَرَوْنِي قَدْ خَرَجْتُ
Dari Abu Qatadah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Jika shalat sudah dikumandangkan iqamah, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku”. (HR. Bukhari: 637 dan Muslim: 604 dan di dalam riwayat Muslim: “Sampai kalian melihatku telah keluar”)
Ibnu Rusydi Al Maliki berkata: “Jika hal ini benar –yaitu hadits Abu Qatadah di atas- maka wajib diamalkan, dan jika tidak maka masalah ini tetap pada asalnya yaitu termasuk yang dimaafkan, maksudnya tidak ada tuntunannya, dan bahwa jika setiap orang sudah berdiri maka baik juga”. [Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah: 34/112]
Syeikh Muhammad bin Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya: “Apakah ada di dalam sunnah waktu tertentu berdiri untuk shalat pada saat iqamah ?”
Maka beliau menjawab: “Tidak ada sunnah tertentu yang menjelaskan kapan waktu berdiri, hanya saja Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:
لا تقوموا حتى تروني
“Janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku”.
Maka kapan saja seseorang berdiri di awal iqamah, tengah, atau di akhirnya maka semua itu boleh-boleh saja”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin: 8/13)
Kedua: Tidak disyari’atkan iqamah kecuali hanya untuk shalat lima waktu.
An Nawawi –rahimahullah- berkata: “Tidak disyari’atkan adzan dan juga iqamah untuk selain shalat lima waktu, baik shalat nadzar, shalat jenazah, shalat sunnah, baik yang disunnahkan untuk berjama’ah seperti dua shalat hari raya, dua shalat gerhana, shalat istisqa’, atau yang tidak berjama’ah seperti shalat Dhuha, inilah pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan kholaf”. (Al Majmu’: 3/83 dengan sedikit perubahan)
Wallahu A’lam
Disalin dari islamqa
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/6449-jarak-antara-adzan-iqamah-dan-kapan-makmum-berdiri.html